Anggap Peraturan Dirjen Pajak Rawan Korupsi; Maki Mengadu ke Kejagung
Pemohon praperadilan kasus BLBI Sjamsul Nursalim, Boyamin Saiman, kemarin (22/5) mendatangi gedung Kejaksaan Agung (Kejagung). Dia menyerahkan surat berisi pengaduan terkait Peraturan Dirjen (Perdirjen) Pajak Depkeu No 122/PJ/2006 tentang Tata Cara Pembayaran Restitusi Pajak, yang dianggap berpotensi menimbulkan dugaan korupsi.
Pemohon praperadilan kasus BLBI Sjamsul Nursalim, Boyamin Saiman, kemarin (22/5) mendatangi gedung Kejaksaan Agung (Kejagung). Dia menyerahkan surat berisi pengaduan terkait Peraturan Dirjen (Perdirjen) Pajak Depkeu No 122/PJ/2006 tentang Tata Cara Pembayaran Restitusi Pajak, yang dianggap berpotensi menimbulkan dugaan korupsi.
Boyamin yang koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (Maki) itu datang dengan didampingi Presdir Center for Banking Crisis (CBC) Achmad Deni Daruri. Mereka mendatangi Gedung Bundar dan gedung utama Kejagung.
Dalam surat pengaduan bernomor 43/MAKI/V/2008 tersebut, Boyamin membawa lampiran satu berkas.
Boyamin mengatakan, potensi penyalahgunaan terungkap pada ketentuan pasal 13 huruf 1 yang menyebutkan, pengembalian kelebihan bayar pajak atas penjualan barang mewah paling lambat 12 bulan sejak perdirjen itu ditetapkan. Dari pelaksanaan perdirjen tersebut, lanjut Boyamin, aparat Dirjen Pajak selama 2007 telah menghasilkan setoran pajak Rp 10 triliun.
Ketentuan tersebut diduga bertentangan dengan pasal 17 huruf b ayat (1) UU No 16 Tahun 2000 tentang Perpajakan dan UU Perbendaharaan Negara, jelas Boyamin kemarin.
Menurut Boyamin, perdirjen tersebut berpotensi dilaksanakan secara elastis karena bisa diberlakukan untuk tahun anggaran (TA) kapan pun, termasuk TA 1999. Padahal, sesuai asas hukum, perundang-undangan tidak boleh diberlakukan secara surut, jelasnya. Apabila dipaksakan diberlakukan, lanjut Boyamin, perdirjen tersebut mirip dengan PP tentang tunjangan perumahan DPRD yang sebelumnya dicabut karena diberlakukan secara surut.
Di tempat terpisah, Direktur Humas Ditjen Pajak Djoko Slamet Surjopuputio dalam rilisnya menyebutkan, perdirjen tersebut tidak merugikan negara. Namun justru sebaliknya, menjadi solusi menyelesaikan tunggakan restitusi (pengembalian) pajak, katanya.
Djoko lantas membeber alasan penerbitan perdirjen tersebut. Itu dilatari temuan Dirjen Pajak pada semester II/2006 yang menyebutkan adanya tunggakan restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) sebanyak lebih dari 8.000 permohonan dengan nilai Rp l0 triliun. Untuk menyelesaikan masalah itu, dikeluarkanlah perdirjen tersebut. (agm/kum)
Sumber: Jawa Pos, 23 Mei 2008