Ambil Alih Semua Bisnis TNI
Pemerintah Perlu Langkah Radikal
Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jaleswari Pramowardhani, meminta pemerintah berani menerapkan langkah radikal dalam menertibkan bisnis TNI, yaitu dengan mengambil alih semua bentuk bisnis yang ada selama ini, baik berbentuk koperasi maupun yayasan yang ada di lingkungan TNI.
Langkah radikal diperlukan mengingat keberadaan bisnis TNI diduga malah menimbulkan sejumlah kerugian bagi keuangan negara ketimbang memberikan kontribusi signifikan bagi peningkatan kesejahteraan prajurit TNI, khususnya yang berpangkat rendah.
Menurut Jaleswari, Sabtu (11/10), keberadaan bisnis TNI yang merugikan itu tercermin dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas manajemen aset dan pengelolaan barang milik negara di 23 kementerian dan lembaga, termasuk TNI dan Departemen Pertahanan, yang juga dilakukan sejumlah induk dan pusat koperasi di beberapa matra angkatan di TNI.
”Dari yang diberitakan Kompas hari ini (Sabtu) kan tampak hasil audit BPK menunjukkan sejumlah dugaan pelanggaran pemanfaatan aset negara, baik berbentuk lahan maupun bangunan, yang diperkirakan merugikan hingga triliunan rupiah,” katanya.
Dalam hasil audit BPK bernomor 84/S/III-XIV.2/07/2008 tertanggal 17 Juli 2008 yang diperoleh Kompas disebutkan, pelanggaran terjadi dalam berbagai bentuk dan merugikan keuangan negara.
Audit oleh BPK itu sebelumnya dilakukan atas manajemen aset dan pengelolaan barang milik negara di 23 kementerian dan lembaga, termasuk TNI dan Departemen Pertahanan. Beberapa dugaan kasus pelanggaran ditengarai melibatkan sejumlah koperasi dan yayasan di lingkungan TNI.
Namun, Jaleswari juga mengingatkan, tidak semua koperasi yang ada di lingkungan TNI harus diambil alih dan ditutup. Koperasi tertentu, terutama yang memberikan bantuan simpan pinjam bagi prajurit TNI, dinilainya tetap layak dipertahankan.
Hal itu dibutuhkan mengingat kemampuan negara menggaji para prajurit TNI, terutama pangkat rendah, masih jauh dari kebutuhan ideal.
”Faktanya gaji mereka cuma cukup sampai tanggal 12 dan para prajurit sangat bergantung pada keberadaan koperasi simpan pinjam tadi. Jadi ibaratnya benar-benar gali lubang tutup lubang,” ujar Jaleswari.
Harus beri kompensasi
Ditemui secara terpisah, Ketua Tim Pelaksana Tim Nasional Pengalihan Aktivitas Bisnis TNI Erry Riyana Hardjapamekas menyatakan, pihaknya masih menuntaskan rumusan akhir rekomendasi yang akan disampaikan kepada Presiden terkait pengambilalihan bisnis TNI.
Sesuai UU TNI, semua bentuk bisnis TNI sudah harus diambil alih dalam lima tahun setelah undang-undang diberlakukan, 16 Oktober 2009. Tenggat itu tidak dapat ditawar lagi.
Terkait wacana perlunya langkah radikal terkait upaya penertiban dan pengambilalihan bisnis TNI, Erry mengaku setuju dengan pendapat tersebut.
Namun, ia mengingatkan, kebijakan yang sekarang diterapkan terhadap TNI juga seharusnya juga diterapkan pada instansi dan lembaga negara lain agar tidak terjadi kecemburuan.
Selain itu, Erry juga mengingatkan pemerintah untuk memastikan komitmennya memberi kompensasi bagi TNI dalam bentuk jaminan peningkatan alokasi anggaran, terutama untuk memenuhi kebutuhan prajurit TNI, baik terkait kesejahteraan maupun profesionalisme. (DWA)
Sumber: Kompas, 13 Oktober 2008