Al Amin Bersikukuh Tak Terima Dana
Ketegangan dan suasana emosional mewarnai sidang lanjutan kasus korupsi pelepasan kawasan hutan lindung di Pulau Bintan, Kepulauan Riau, dengan terdakwa anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPR, Al Amin Nur Nasution, di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (8/10). Beberapa kali Ketua Majelis Hakim Edward Patinasarane menengahi ketegangan antara jaksa, penasihat hukum terdakwa, saksi, dan terdakwa.
Sidang yang menghadirkan saksi Staf Ahli Sekretaris Daerah Kabupaten Bintan Edi Pribadi itu memanas saat Al Amin menilai keterangan saksi tidak benar. Ia menepis pernyataan Edi, dengan menyatakan tidak mengenal dan tidak pernah menerima uang Rp 100 juta dari Sekda Bintan Azirwan melalui Edi di rumahnya.
Jaksa tidak ingin kalah dengan bersikeras meminta majelis hakim memutar rekaman percakapan antara Al Amin dan Edi pada Minggu, 2 Desember 2007, pukul 20.42. Percakapan itu memuat kedatangan Edi ke Jakarta mengantar uang sejumlah Rp 100 juta di rumah Al Amin di Kompleks Perumahan Anggota DPR, Kalibata, Jakarta Selatan.
Edi mengakui, suara dalam rekaman itu adalah dirinya dan Al Amin. Uang diberikan Azirwan atas permintaan Al Amin sebagai uang saku lawatan ke India bersama anggota Komisi IV DPR.
Sedangkan Al Amin menjawab tidak tahu dan lupa soal suara dalam rekaman itu. ”Minggu malam itu saya tak pernah bertemu dengan saksi di rumah saya. Malam itu saya tidak ada di rumah dan pulang hampir dini hari,” kata terdakwa.
Dalam persidangan itu, majelis hakim juga berulang kali mengingatkan kepada tim pengacara terdakwa supaya tak mengulangi pertanyaan kepada saksi. Edi pun sempat meralat pertemuannya dengan Al Amin, dari sebanyak empat kali menjadi lima kali di Jakarta dan Bintan.
Edi juga mengaku tidak pernah bertanya banyak kepada Azirwan soal pertemuannya dengan Al Amin. ”Saya hanya menduga pertemuan membahas pembebasan kawasan hutan lindung dan rekomendasi dari DPR,” katanya.
Di ruang terpisah juga digelar sidang terhadap anggota Fraksi Partai Demokrat DPR, Sarjan Tahir, dalam kasus korupsi pelepasan hutan lindung Pantai Air Telang, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Dalam sidang itu, saksi Sofyan Rebuin, mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Banyuasin, menyatakan menyanggupi permintaan uang Rp 5 miliar dari Sarjan.
Sofyan mengakui, ia mengetahui Gubernur Sumsel (saat itu) Syahrial Oesman menugaskan rekanannya, Chandra Antonio Tan, agar menyediakan sejumlah uang sesuai permintaan Sarjan. (ays)
Sumber: Koran Tempo, 9 Oktober 2008