Akuntan Khawatir Audit Cuma Formalitas
“Dana haram akan mudah masuk, tanpa terdeteksi.”
Institut Akuntan Publik Indonesia menyatakan khawatir audit dana kampanye peserta pemilihan umum tak maksimal. Pasalnya, waktu yang tersedia untuk mengaudit hanya 30 hari. Padahal laporan yang harus diaudit sangat banyak.
Sekretaris Institut Akuntan Publik Tarkosunaryo mengatakan auditor tetap harus mengaudit laporan sampai tingkat kabupaten/kota meski ada penggabungan laporan partai. "Kami khawatir audit hanya jadi formalitas," kata Tarko ketika dihubungi kemarin.
Menurut Tarko, formalitas juga tecermin dari tak bisa diauditnya laporan dana kampanye calon legislator yang dilampirkan dalam laporan partai politik. Alasannya, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Legislatif tak memungkinkan audit dana kampanye calon legislator. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelaporan Dana Kampanye juga tak memungkinkan audit itu.
"Selain itu, tak ada sanksi untuk calon legislator yang tak menyerahkan laporan dana kampanye," katanya. Peraturan Komisi Pemilihan, kata Tarko, juga tak mengatur terperinci konversi sumbangan dalam bentuk barang. Dengan waktu terbatas, kantor akuntan publik harus meminta konfirmasi sumbangan dari penyumbang. Permintaan konfirmasi dilakukan dengan mengambil 10 sampel tiap laporan.
Kantor akuntan juga akan menemui kendala teknis audit. Tarko mencontohkan ada kemungkinan jumlah kantor akuntan publik peserta tender sangat sedikit. Dana Komisi Pemilihan sangat kecil, kurang dari Rp 50 juta per laporan setiap provinsi yang telah digabung dengan laporan dana kampanye kabupaten/kota. "Padahal kantor akuntan harus menyerahkan hasil audit ke partai, Komisi Pemilihan, dan panitia pengawas tiap tingkatan," katanya.
Sekretaris Jenderal Transparansi Internasional Indonesia Teten Masduki mengatakan audit tak akan terkendala jika pembukaan partai politik dan calon legislator dalam satu laporan. "Bisa dicari solusi lain," kata Teten.
Kesulitan mengaudit laporan dana kampanye dapat disiasati dengan mewajibkan pengeluaran kampanye calon anggota legislatif masuk laporan partai politik. "Dana itu juga harus berasal dari rekening dana kampanye yang pernah diserahkan ke KPU," kata dia.
Tanpa cara ini, dana kampanye tak terkontrol. "Dana haram akan mudah masuk, tanpa terdeteksi," katanya. Dana haram merupakan dana yang dilarang undang-undang, seperti dana dari luar negeri, dana dari anggaran pendapatan dan belanja negara, dana dari BUMN/BUMD, serta dana yang melebihi batas. "Jika partai melaksanakan itu, tentu mempermudah proses audit."
Dia mengatakan kerumitan audit justru datang karena para calon legislator tak tertib memasukkan pengeluarannya. PRAMONO | EKO ARI WIBOWO
Sumber: Koran Tempo, 3 April 2009