Akhirnya Nunun Tersangka
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan Nunun Nurbaeti sebagai tersangka dalam kasus suap pemilihan Dewan Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI).
Kepastian itu diumumkan oleh Ketua KPK Busyro Muqoddas dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR di Gedung DPR, Jakarta, Senin (23/5).
Nunun, istri mantan Wakapolri Adang Daradjatun, sebenarnya ditetapkan sebagai tersangka sejak Februari lalu. Namun dengan alasan strategi penyidikan, statusnya baru diumumkan kemarin. Nunun diduga berperan sebagai penyedia cek perjalanan yang dibagikan kepada sejumlah anggota DPR sebagai imbalan atas terpilihnya Miranda S Goeltom sebagai DGS BI pada tahun 2004. Kasus ini telah menyeret sedikitnya 26 politikus sebagai tersangka, yang sebagian besar berasal dari Fraksi Partai Golkar, PDIP, dan PPP.
”Berdasarkan rapat pimpinan, kami telah menetapkan Nunun Nurbaeti sebagai tersangka,” tegas Busyro dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Dia menambahkan, keputusan tersebut diambil setelah KPK menerima masukan-masukan dan melakukan bedah kasus dengan Satgas Mafia Hukum.
Saat ini, KPK sedang mendalami proses ekstradisi terhadap Nunun, yang diduga berada di Singapura atau Thailand.
Nunun sebelumnya dilaporkan berada di Singapura untuk menjalani pengobatan atas penyakit lupa berat yang dideritanya. Namun KPK mengaku memiliki bukti bahwa tersanga kerapkali
berpindah antara Singapura dan Thailand.
”KPK harus bekerja sesuai undangundang yang menyatakan tidak ada SP3 (surat perintah penghentian penyidikan-red) di KPK. Karena itu, kami tidak bisa bekerja secara sembarangan
atau mendzalimi orang,” tambahnya.
“Statusnya (tersangka) sudah ditetapkan sejak akhir Februari. Ini cuma kepentingan strategi saja. Saat penyidikan kan tidak boleh semuanya dibuka,” tambah Busyro. Nunun dijerat Pasal
5 ayat 1 huruf b dan Pasal 13 UU 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Pasal 5 ayat 1 huruf b mengatur soal pemberian suap kepada pegawai negeri. Mengacu kepada pasal tersebut, Nunun bisa diganjar hukuman pidana paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun. Wanita yang kerap berkerudung itu juga terancam dihukum membayar denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.
Sedangkan Pasal 13 menyebutkan soal pemberian hadiah kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara. Jika terbukti melanggar pasal ini, Nunun terancam pidana maksimal tiga tahun penjara serta denda paling banyak Rp 150 juta.
Peran Utama
Keterlibatan Nunun dalam kasus suap pemilihan Miranda S Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia berkali-kali disebut dalam persidangan Dudhie Makmun cs yang sudah lama ditahan. Dalam persidangan terungkap bahwa cek perjalanan yang diterima Dudhie cs
berasal dari Nunun melalui Arie Malangjudo.
Hakim juga sudah berulangkali memerintahkan untuk menghadirkan Nunun dalam persidangan. Namun hingga panggilan ketiga, jaksa KPK tidak dapat menghadirkan Nunun dalam persidangan dengan alasan sakit. Bahkan jaksa pun tidak pernah membacakan keterangan
Nunun dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Dalam putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, menyatakan, Dudhie cs terbukti menerima cek perjalanan. Hakim menegaskan bahwa cek perjalanan yang diterima Dudhie Makmun Murod cs berasal dari Nunun Nurbaeti. Aneh jika para penerima ditahan, namun pemberinya ”tidak disentuh.”
Keberanian
Wakil Ketua DPR Pramono Anung Wibowo merespons positif keberanian KPK yang menetapkan Nunun Nurbaeti sebagai tersangka. Menurutnya, langkah tersebut seharusnya sudah dilakukan
KPK sejak lama.
”Menjadi aneh jika orang atau pihak yang menerima suap ditangkap dan ditahan, namun pihak pemberi suap tidak disentuh. Kan tidak mungkin travel cek itu melayang-layang sendiri datang ke masing-masing meja dewan,” ujarnya.
Terpisah, terdakwa kasus cek perjalanan, Agus Condro Prayitno berharap, dengan penetapan Nunun Nurbaeti Daradjatun sebagai tersangka, kasus yang menjeratnya dapat terungkap, termasuk penyandang dana. Hal ini dikatakan Agus usai sidang di Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor), Senin (23/5).
”Dengan ditetapkan sebagai tersangka, Nunun akan bisa dihadirkan di persidangan dan kasus ini dapat terungkap, termasuk penyandang dana cek,” kata Agus.
Dia menilai, kasus suap terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia ini tidak akan terhenti di Nunun. Kasus ini masih bisa berkembang seiring munculnya fakta-fakta baru
dalam persidangan.
Dia berpendapat, dengan penetapan tersebut artinya KPK memiliki alat bukti yang cukup untuk memidanakan Nunun.
”Ini kan masih berkembang dalam persidangan. Ada fakta baru yang muncul atau KPK sudah menyimpan sesuatu untuk strategi mereka,” ujar politikus asal Kabupaten Batang, Jawa Tengah ini.
Agus memberikan apresiasi atas langkah KPK yang berani menyeret istri anggota Komisi III DPR, Adang Daradjatun itu. ”Karena memang susah (jerat Nunun). Katanya sakit, belum bisa
diperiksa. Tetapi KPK berani mengambil kesimpulan bahwa Bu Nunun layak dijadikan tersangka,” kata mantan anggota FPDIP ini.
Busyro juga menjelaskan bahwa KPK terus memantau pergerakan Nunun Nurbaeti. Pemilik PTWahana Esa Sejati itu terdeteksi sering mondar-mandir Singapura- Thailand.
“Asumsi kami dia berada di Singapura. Dia sering bolak-balik Singapura-Thailand,” kata Busyro.
Busyro menambahkan, karena Indonesia dan Singapura tidak memiliki perjanjian ekstradisi, KPK akan menempuh upaya diplomasi lain agar dapat menyeret Nunun ke Tanah Air, salah satunya berkoordinasi dengan Nunun. Kasus cek perjalanan ini telah menyeret 26 tersangka yang seluruhnya adalah mantan atau anggota DPR RI. Dari PDIP, yang masuk daftar tersangka diantaranya adalah politikus senior Panda Nababan, Max Moein, Agus Condro Prayitno. Dari Partai Golkar antara lain mantan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzetta, Anthony Zeidra Abidin, Ahmad Hafiz Zawawi, dan Marthin Bria Seran.
Dalam kasus ini, empat mantan anggota DPR sudah divonis dengan hukuman beragam. Hamka Yandhu, Dudhie Makmun Murod, Udju Juhaeri, dan Endin AJ Soefihara masing-maing divonis antara satu hingga 2,5 tahun penjara. Kasus suap pemilihan DGS BI ini mencuat karena adanya pengaduan dari mantan politikus PDIP. Agus Condro Prayitno ke KPK. Dia mengaku mendapat
cek perjalanan senilai Rp 500 juta untuk memilih Miranda sebagai Deputi Senior Gubernur BI. Agus sudah mulai disidang. (K32,J22,J13-43)
Sumber: Suara Merdeka, 24 Mei 2011