Ada Indikasi Korupsi di Setneg; Hasil Audit BPK ke Timtastipikor

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyerahkan hasil audit pengelolaan aset milik Sekretariat Negara (Setneg) kepada Timtastipikor. Dari audit itu, terungkap sejumlah indikasi penyimpangan kewenangan dalam pengelolaan aset Setneg.

Ketua BPK Anwar Nasution setelah rapat koordinasi (rakor) rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh-Nias di Kantor Kepresidenan kemarin mengatakan, indikasi penyimpangan terlihat dari peralihan kepemilikan aset, dari milik negara menjadi kavling mantan pejabat dan anggota keluarganya.

Dia mencontohkan, lahan Hotel Hilton dan Hotel Mulia milik Setneg yang saat ini dimiliki keluarga mantan Dirut Pertamina Ibnu Sutowo dan bos Grup Mulia Joko S. Tjandra. Ini kan sudah jelas sekali ada sesuatu yang tidak benar, kata Anwar.

Selain itu, ada perubahan fungsi dari fasilitas publik menjadi tempat komersial yang tidak dikelola negara. Lihat itu, Senayan berubah fungsi. Tadinya tempat olahraga kini menjadi tempat komersial. Minggu orang ingin olahraga, jalan ditutup, ujarnya.

Menurut Anwar, di antara sekian banyak pengelola aset Setneg, pengelola Kemayoran paling tidak kooperatif. Mereka tidak bersedia membantu penyediaan dokumen dan tidak mau memberikan tanggapan pada hasil audit BPK.

Akhirnya, audit terpaksa dihentikan dan dilaporkan ke pihak penerima (Kejaksaan Agung) bahwa hasil audit belum mendapat tanggapan dari auditee (teraudit), katanya.

Sementara itu, Ketua Timtastipikor Hendarman Soepandji mengaku belum menerima hasil audit BPK secara lengkap. Meski hasil audit tersebut tertanggal 30 Oktober 2005, Timtastipikor baru menerima cover laporan dari Jaksa Agung pada Senin lalu (14 November).

Dari yang 10 (indikasi korupsi yang diserahkan presiden) itu, alat buktinya kurang. Kita kan baru menindaklanjuti KAA (Konferensi Asia Afrika). Yang lain masih diaudit BPK. Itu pun bahan pemeriksaannya belum saya terima. Baru minggu depan saya akan minta ke BPK. Yang asli kan diserahkan ke presiden, tutur Hendarman ketika dicegat sesudah rakor rekonstruksi dan rehabilitasi Aceh-Nias di Kantor Kepresidenan kemarin.

Meski demikian, Hendarman optimistis mampu membawa kasus tersebut ke pengadilan karena telah memperoleh sejumlah indikasi penyimpangan dalam pengelolaan aset oleh Setneg. Indikasi ya. Tinggal mengumpulkan alat buktinya saja, katanya. (noe)

Sumber: Jawa Pos, 16 November 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan