50 Politikus Terima Suap Konversi Hutan

"Ada puluhan anggota DPR, kenapa cuma saya yang disadap?"

Sebanyak 50 anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat diduga menerima uang senilai Rp 5 miliar terkait dengan kasus alih fungsi hutan bakau Tanjung Api-api di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.

Menurut penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Sagita Haryadin, komisi yang membidangi pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, dan kelautan itu menerima duit dalam dua tahap. "Masing-masing Rp 2,5 miliar pada 2006 dan 2007," ujar Sagita di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, kemarin. Ia menjadi saksi dengan terdakwa anggota Komisi Kehutanan, Al-Amin Nur Nasution.

Pada 8 April lalu, KPK menangkap Al-Amin dan Sekretaris Daerah Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Azirwan, di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta. Al-Amin diduga telah menerima suap senilai total Rp 2,1 miliar dari Azirwan, yang diberikan terkait dengan pelepasan kawasan hutan lindung Pulau Bintan.

Dalam persidangan sebelumnya, Al-Amin didakwa dengan tiga kasus. Selain kasus Bintan, ia diduga menerima suap untuk memproses alih fungsi kawasan hutan lindung Tanjung Pantai Air Telang untuk pembangunan kawasan Pelabuhan Tanjung Api-api, Sumatera Selatan. Adapun kasus yang ketiga, ia diduga melakukan pemerasan berkaitan dengan pengadaan alat di Departemen Kehutanan.

Sagita menambahkan, pemberian uang kepada anggota Komisi IV itu terungkap melalui hasil penyadapan KPK pada 25 Juni 2007. Saat itu, uang senilai Rp 2,5 miliar diserahkan oleh Kepala Badan Pengelola Kawasan Pelabuhan Tanjung Api-api Sofyan Rebuin dan rekanan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, Chandra Antonio Tan. Uang tersebut diterima di ruangan anggota Komisi IV, Sarjan Taher. "Menurut Yusuf Erwin Faisal, uang tersebut lalu dibagi-bagi. Sebanyak Rp 1 miliar diberikan kepada 50 anggota Komisi IV," ujar dia.

Menurut pengakuan Yusuf kepada penyidik KPK, kata Sagita, uang senilai Rp 1,5 miliar dibagikan pada "Tim Gegana", yang terdiri atas Azwar Chesputra, Fahri Andi Leluasa, Al-Amin Nur Nasution, Sarjan Taher, dan Yusuf E. Faisal. Tim Gegana adalah istilah yang digunakan Yusuf untuk menyebut tim Komisi IV yang bertugas melakukan lobi.

"Masing-masing anggota Tim Gegana menerima Rp 175 juta, kecuali Yusuf, yang menerima Rp 225 juta," kata Sagita. Ia menambahkan, uang Rp 2,5 miliar yang diberikan pada 2006 juga terungkap berdasarkan keterangan Yusuf.

Di persidangan, Al-Amin menyangkal semua keterangan saksi. "Saya hanya bisa menerima kesaksian saksi mengenai data pribadinya," ujar dia. Karena sangkalan itu, ketua majelis hakim Edward Pattinasarani memutuskan memutar tiga rekaman. Masing-masing mewakili kasus alih fungsi hutan Bintan, kasus alih fungsi Pelabuhan Tanjung Api-api, dan kasus pengadaan global positioning system di Departemen Kehutanan.

Setelah rekaman itu diperdengarkan, Al-Amin tetap menyangkal rekaman tersebut adalah suaranya. "Saya tidak tahu siapa yang bicara itu," ucap Al-Amin. Dia juga terus mengaku lupa.

"Ada puluhan anggota DPR, kenapa cuma saya yang disadap?" ujar Al-Amin seusai sidang. Menurut dia, KPK harus menyadap seluruh anggota Komisi IV. DWI WIYANA | FAMEGA SYAVIRA

Siasat 'Tim Gegana'

Daftar dosa Al-Amin Nur Nasution bakal bertambah panjang. Selain diduga menerima suap dari Sekretaris Daerah Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, politikus Partai Persatuan Pembangunan ini ditengarai mengantongi uang dalam perannya sebagai anggota "Tim Gegana"--sebutan bagi tim lobi ke pemerintah daerah untuk meloloskan alih fungsi hutan lindung Tanjung Pantai Air Telang di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, menjadi kawasan Pelabuhan Tanjung Api-Api.

Dugaan ini terungkap dari hasil penyadapan percakapan telepon Al-Amin dengan Azwar Chesputra, anggota Komisi IV DPR lainnya, oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Rekaman itu diputar dalam persidangan Al-Amin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta kemarin.

Percakapan Al-Amin (AAN) dengan Azwar Chesputra (AC)
24 November 2007 (14.53 WIB)

AC: Jadi gini, saya dibocorin si Anton tadi.
AAN: Ha....
AC: “Bang, ketemu kita,” katanya, iyalah... kan gitu. Sama Rudi, kan. Sore ini sekitar jam 4, setengah limaan.
AAN: Di mana kita ketemu?
AC: Ya, terserah, di sekitar Thamrin aku bilang tadi.
AAN: He-he-he... itu Sekda Bintan gimana?
AC: Iya abis magrib aja Sekda Bintan itu.
AAN: Sekda Bintan itu gimana ngomongnya biar naik harga?
AC: Nggak ada, jadi sekarang ngomong begini aja, angka itu biar di situ. Untuk kita ini naikkan. Untuk itu kan udah pas kan itu. Jadi untuk pimpinan dan kita, tinggal itu aja.
AAN: Oh, gitu ya.
AC: Suruh tambah dia 2 miliar lagi kan?
AAN: He-he-he... mana mungkin.
AC: He-he-he....
AAN: Lepas celana dia itu kan?
AC: He-he-he....

Percakapan AAN dengan AC (koordinasi untuk menghadapi KPK)
14 Desember 2007 (15.57 WIB)

AC: Yang penting begitu, kita kan tidak menerima duit.
AAN: Yang nerima siapa kemarin?
AC: Nggak ada, nggak ada kita yang menerima duit.
AAN: Sarjan?
AC: Iya... nggak ada kan kita yang menerima duit? Ini telepon Bapak disadap juga ini.
AAN: He-he-he....
AC: Kita nggak ada terima duit, itu yang penting. Yang kedua, karena prosedur yang kita lalui, kita nggak pernah terima duit dari pemerintah daerah. Berani disumpah kita itu kan?
AAN: Heeh.
AC: Mau di mana pun penyelidikan dan penyidikan kita sudah disumpah. Tidak pernah menerima duit dari pemerintah daerah terkait dengan pelepasan kawasan hutan lindung.

DODY HIDAYAT | FAMEGA SYAVIRA PUTRI

Sumber: Koran Tempo, 23 September 2008

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan